Senin, 11 April 2011

Artikel Psikiatri Anak


GANGGUAN BAHASA DAN BICARA PADA ANAK TUNAGRAHITA
Retno Dwi Pawestri
09103241025
Pendidikan Luar Biasa_09
Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta

ABSTRAK
Bahasa merupakan sarana untuk berinteraksi dalam kehidupan sehari- hari di masyarakat. Semua orang membutuhkan bahasa untuk berinteraksi dan berkomunikasi  dengan orang lain. Dengan bahasa, seseorang dapat menyampaikan gagasan atau pikiran- pikiran yang dimilikinya.  Begitu pula anak tunagrahita, mereka juga membutuhkan bahasa untuk berkomunikasi atau untuk menyuarakan isi hatinya kepada orang lain. Namun, kapasitas kecerdasan anak tunagrahita yang berada di bawah rata- rata membuat mereka kesulitan untuk memperoleh bahasa dan mereka sering kali mengalami gangguan dalam berbahasa.
Kata kunci: bahasa, tunagrahita

A.    PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari- hari, manusia tidak dapat lepas dari proses interaksi. Baik interaksi antar individu, individu dengan kelompok, maupun interaksi antara kelompok dengan kelompok. Proses interaksi tersebut dapat terjadi apabila satu sama lain saling mengerti dan saling memahami makna serta maksud dan tujuan yang ingin dicapai. Untuk itu, diperlukan alat komunikasi yang disebut bahasa.Bahasa sangat penting untuk dikuasai oleh setiap orang. Dengan bahasa, manusia dapat menyampaikan pikiran dan perasaannya kepada orang lain serta dapat menangkap dan memahami simbol- simbol dari orang lain. Begitu pula dengan anak retardasi mental atau anak tunagrahita. Mereka memerlukan alat berkomunikasi untuk mengungkapkan keinginan dan pikirannya.
Namun pada kenyataannya sering dijumpai anak tunagrahita yang mempunyai gangguan dalam berkomunikasi. Menurut Tirman Pratasadia, 1982 (dalam Tarmansyah, 1995: 2)  anak tunagrahita  kurang mampu dalam penguasaan kata- kata, perbendaharaan bahasa, kesalahan dalam pengucapan, serta keterbatasan dalam konsep pemahaman. Dalam menggunakan kata- kata sering tidak ada kaitannya dengan obyek yang sedang dibicarakan. Berbagai masalah dalam hal berkomunikasi pada anak tunagrahita tersebut disebabkan oleh perhatian yang terbatas, gangguan persepsi, lingkungan yang kurang memberikan dorongan, dan gangguan emosi.
Sehubungan dengan hal tersebut, penulis akan membahas tentang gangguan bahasa dan bicara pada anak tunagrahita. Penulisan artikel ini bertujuan untuk memberikan informasi dan pengetahuan kepada para pembaca serta masyarakat luas tentang gangguan bahasa dan bicara yang dialami anak tunagrahita.


B.     PEMBAHASAN
1.      Definisi Bahasa dan Tunagrahita
Tunagrahita atau retardasi mental adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata- rata (Sunaryo Kartadinata, 1996: 83). Definisi tunagrahita menurut Tredgold (dalam Mumpuniarti, 2000: 27), tunagrahita ditinjau dari tingkat kemampuan individu yang tidak mampu beradaptasi dengan lingkunagan normal dan membutuhkan perawatan, supervisi, kontrol, dan dukungan dari pihak luar dikategorikan perkembangan mentalnya tidak sempurna.
Defini yang dikemukakan American Association on Mental Retardation( AAMR) dalam Mumpuniarti ( 2000: 27) individu yang dianggap retardasi mental yaitu kecerdasannya di bawah rata- rata dan kekurangan dalam adaptasi tingkah laku yang terjadi selama masa perkembangan. Berdasarkan skor IQnya, American Association on Mental Defficiency (AAMD) mengklasifikasikan ketunagrahitaan ke dalam empat tingkatan, yaitu:
·         Tunagrahita ringan (mild mental retardation) dengan IQ 68- 52
·         Tunagrahita sedang (moderate mental retardation) dengan IQ 51- 36
·         Tunagrahita berat (severe mental retardation) dengan IQ 35- 20
·         Tunagrahita parah ( profound mental retardation) dengan IQ 19 atau lebih rendah
Perilaku anak tunagrahita yang terkadang aneh, tidak lazim, dan tidak sesuai dengan situasi lingkungan seringkali  menjadi bahan tertawaan orang- orang yang berada di dekat mereka. Bahkan tak jarang mereka dianggap sebagai orang gila. Padahal, sesungguhnya mereka tidak gila, perilaku aneh dan tidak lazim tersebut merupakan manifestasi dari kesulitan mereka di dalam menilai situasi akibat dari rendahnya tingkat kecerdasan (Endang Rochyadi dan Zaenal Alimin, 2005: 11).
Salah satu hal yang membuat anak tunagrahita berbeda dengan anak normal adalah bahasanya. Tingkat inteligensi anak tunagrahita yang berada di bawah rata- rata membuat mereka kesulitan dalam mengingat kata- kata, penguasaan kata, pengucapan dan konsep pemahaman. Sedangkan menurut Bambang S, 1988 (dalam Tarmansyah, 1995: 20) bahasa sendiri memiliki definisi sebagai pengungkap pemahaman, pengamatan, imajinasi atau daya khayal, daya kreasi, ingatan kepribadian dan gambaran dari sikap moral.
Menurut Lani Bunawan dan Cecilia Susila Yuwati, 2000 (dalam Edja Sadjaah, 2005: 115) bahasa sering dipandang dan merupakan media yang memungkinkan seseorang menyampaikan pikirannya kepada orang lain, mengidentifikasikan perasaannya yang paling dalam, membantu memecahkan masalah pribadi, dan menjelajah dunianya melampaui penglihatan serta masa kini.
Artinya, bahasa bagi seseorang selain sebagai media untuk dapat mengekspresikan keinginan hatinya yang dirasakan, dengan bahasa pula seseorang berimajinasi dan bercita- cita akan masa depannya.

2.      Gangguan Bahasa dan Bicara Pada Anak Tunagrahita
Di bawah ini merupakan perbedaan antara anak tunagrahita dengan anak normal dalam hal bahasa:
·         Anak tunagrahita ketinggalan dalam perkembangan bahasanya jika dibandingkan dengan anak normal, meskipun cara pemerolehannya sama.
·         Anak tunagrahita menunjukkan defisiensi tertentu dalam penggunaan konstruksi gramatik tertentu dalam berbahasa.
·         Anak tunagrahita cenderung kurang menggunakan komunikasi verbal, strategi penghafalan, serta proses kontrol lainnya yang memudahkan belajar dan mengingat.
·         Anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam tugas- tugas belajar dan hafalan yang melibatkan konsep- konsep abstrak dan kompleks, tetapi relatif kurang mengalami kesulitan dalam belajar asosiasi hafalan sederhana.
Sedangkan gangguan komunikasi yang sering dialami oleh anak tunagrahita antara lain:
a)      Gangguan ujaran
Gangguan ujaran adalah kesulitan dalam berbicara, tetapi tidak berarti anak lemah dalam pengetahuannya tentang bahasa. Gangguan ujaran pada umunya berupa masalah dalam artikulasi. Seperti substitusi yaitu satu bunyi diganti dengan bunyi lain dan omisi yaitu menghilangkan fonem, suku kata atau kata pada waktu mengucapkan kalimat ( “makan” diucapkan “kan”, “pergi” diucapkan “gi”). Sedangkan jenis gangguan lainnya antara lain gagap, suara parau atau berkelainan dalam volume dan warna suara.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Mariyn, Sheehan, dan Slutz, 1969(dalam Sunaryo Kartadinata, 1996: 154) tentang bahasa anak tunagrahita antara lain:
·         Sekitar 20% dari populasi anak tunagrahita memiliki ujaran normal,  yang lainnya mengalami jenis gangguan ujaran tertentu.
·         Semakin rendah IQ, semakin tinggi insiden gangguan ujaran itu. Di kalangan tunagrahita ringan, hampir 60% berujaran normal, sedangkan kuran dari 2% tunagrahita parah (profound) yang berujaran  normal. Lebih dari sepertiga tunagrahita parah bahkan tidak memiliki ujaran sama sekali.
·         Gangguan ujaran yang paling umum di kalangan tunagrahita adalah gangguan artikulasi.
Alasan gangguan ujaran lebih banyak terjadi pada anak tunagrahita daripada anak normal adalah:
·         Gangguan ujaran pada umumnya lebih sering terjadi pada anak hingga usia empat atau lima tahun dan banyak di antara yang mengalami gangguan ini hingga usia 7 atau 8 tahun dan sembuh dengan sendirinya. Karena anak tunagrahita mempunyai umur mental yang lebih rendah, maka wajar apabila diasumsikan bahwa dalam banyak hal mereka akan berperilaku seperti anak normal dengan umur mental yang sama. Oleh karena itu, adanya gangguan ujaran merupakan salah satu ciri umur mental yang rendah.
·         Berbagai gangguan dan anomali organ bicara lebih sering terjadi di kalangan anak tunagrahita. Misalnya, sumbing pada langit- langit mulut lebih tinggi prevalensinya di kalangan anak tunagrahita daripada anak normal. Selain itu, salah satu yang membedakan anak Down’s Syndrome adalah bentuk lidah yang besar dibandingkan anak normal. Bentuk lidah yang besar tersebut dapat mengganggu artikulasi.

b)      Dislogia
Dislogia merupakan satu bentuk kelainan bicara yang disebabkan oleh tingkat inteligensi atau taraf kecerdasan di bawah normal. Rendahnya taraf kecerdasan menyebabkan anak mengalami kesulitan untuk menangkap rangsangan dari lingkungan ( Tarmansyah, 1995: 96). Kemampuan mental intelektual anak tunagrahita yang diperlukan dalam proses berpikir, mengingat, asosiasi, reproduksi, dan daya khayal tidak dapat berperan dengan sempurna. Pola kemampuan berpikir anak tunagrahita yang sederhana dan terbatas pada obyek yang konkrit mengakibatkan keterbatasan pembentukan konsep bahasa atau perbendaharaan pengertian. Hal ini menyebabkan adanya gangguan dalam komunikasi yaitu kesalahan pengucapan (disebabkan anak tidak mampu membedakan bunyi- bunyi yang hampir sama, misalnya “tadi” dengan “tapi”).
Selain itu, kemampuan anak tunagrahita dalam pembentukan kalimat masih sangat sederhana. Hal ini disebabkan oleh kurangnya konsep bahasa dan perbendaharaan pengertian yang dimilikinya. Sedangkan dalam kemampuan memproduksi suara, anak tunagrahita mengalami kesulitan untuk menghasilkan nada yang bervariasi. Hal ini dapat terlihat apabila anak menyanyi, nadanya terdengar sumbang dan iramanya monoton dan juga anak kurang lancar dalam bicara terutama pada kata- kata yang mempunyai pengertian kompleks dan baru didengar.

c)      Gangguan Bahasa
Gangguan bahasa pada anak tunagrahita antara lain ketidakmampuan menggunakan atau memahami sintaksis yang kompleks, atau terbatasnya kosakata, atau ketidakmampuan menggunakan bahasa secara benar (Sunaryo Kartadinata, 1996: 54). Pada dasarnya anak tunagrahita memperoleh keterampilan bahasa melalui cara yang sama dengan anak normal, hanya saja kecepatan anak tunagrahita memperoleh keterampilan bahasa lebih rendah. Akibatnya, umur anak normal dengan anak tunagrahita sama namun keterampilan bahasa anak tunagrahita lebih rendah.
Pemerolehan bahasa pada anak tunagrahita biasanya berhenti pada masa pubertas, banyak individu tunagrahita sedang (moderate) sampai ke parah (profound) tidak lengkap dalam perkembangan keterampilan bahasanya. Kesulitan utama anak tunagrahita dalam memperolah bahasa adalah terkait dengan kaidah tata bahasa yang kompleks sehingga sulit dipahami oleh anak tunagrahita.


C.    PENUTUP
1.      Kesimpulan
·         Anak tunagrahita adalah individu atau anak yang mempunyai kapasitas kecerdasan di bawah rata- rata dan tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan normal sehingga  membutuhkan kontrol dan supervisi dari pihak luar.
·         Bahasa merupakan media untuk dapat menyampaikan pikiran seseorang atau keinginan hati dan dapat digunakan sebagai sarana untuk memecahkan masalah  serta menjelajah dunianya melampaui penglihatan serta masa kini.
·         Gangguan bahasa dan bicara pada anak tunagrahita antara lain:
-          Gangguan ujaran
-          Dislogia
-          Gangguan bahasa

2.      Saran
·         Dalam memilih dan menyajikan materi pelajaran, guru seharusnya memperhatikan perkembangan kognitif anak tunagrahita.
·         Dalam memilih dan menyajikan meteri pelajaran, guru sebaiknya menggunakan kata- kata yang sederhana sehingga dapat dimengerti oleh anak tunagrahita.


DAFTAR PUSTAKA

Edja Sadjaah. 2005. Pendidikan Bagi Anak Gangguan Pendengaran Dalam Keluarga. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Endang Rochyadi & Zaenal Alimin. 2005. Pengembangan Program Pembelajaran Individual Bagi Anak Tungrahita. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Mumpuniarti. 2000. Penanganan Anak Tunagrahita. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.
Sunaryo Kartadinata. 1996. Psikologi Anak Luar Biasa. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Tarmansyah. 1995. Gangguan Komunikasi. Padang: Departemen Pendidikan Budaya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar